Sabtu, 27 November 2021

Sifat Pemaaf Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam

SIFAT PEMAAF Sifat Pemaaf Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam Rasulullah Tidak Pernah Memukul 'Aisyah Radhiallaahu anha menuturkan:"Rasulullah tidak pernah sama sekali memukul seorangpun kecuali dalam rangka berjihad di jalan Allah Ta'ala. Beliau tidak pernah memukul pelayan dan kaum wanita." (HR. Muslim). 'Aisyah radhiyallahu 'anha menuturkan:"Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam tidak pernah sama sekali memukul seorang pun dengan tangannya kecuali dalam rangka berjihad di jalan Allah. Beliau tidak pernah memukul pelayan dan kaum wanita. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam tidak pernah membalas suatu aniaya yang ditimpakan orang atas dirinya. Selama orang itu tidak melanggar kehormatan Allah Namun, bila sedikit saja kehormatan Allah dilanggar orang, maka beliau akan membalasnya semata-mata karena Allah." (HR. Ahmad) 'Aisyah Radhiallaahu anha kembali mengungkapkan: "Aku tidak pernah melihat Rasulullah membalas suatu aniaya yang ditimpakan orang atas dirinya. Selama orang itu tidak melanggar kehormatan Allah Ta'ala. Namun, bila sedikit saja kehormatan Allah Ta'ala dilanggar orang, maka beliau adalah orang yang paling marah karenanya. Dan sekiranya beliau diminta untuk memilih di antara dua perkara, pastilah beliau memilih yang paling ringan, selama perkara itu tidak menyangkut dosa." (HR. Al-Bukhari) Ampuni Kaumku Dalam riwayat Ath Thabrani disebutkan bahwa beliau pada hari itu berkata,”Kemarahan Allah menjadi-jadi atas suatu kaum yang membuat wajah rasulNya berdarah,” kemudian diam sebentar lalu berkata,”Ya Allah, ampunilah kaumku, karena sesungguhnya mereka tidak mengetahui.” (Sirah Shafiyyurahman Al Mubarakfury) Rasulullah Bercerita Tentang Seorang Nabi Abdullah bin Mas'ud radhiallaahu anhu mengungkapkan: "Sampai sekarang masih terlintas dalam ingatanku saat Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mengisahkan seorang Nabi yang dipukul kaumnya hingga berdarah. Nabi tersebut mengusap darah pada wajahnyaseraya berdoa: "Ya Allah, ampunilah kaumku! karena mereka kaum yang jahil." (Muttafaq 'alaih) Badui Pipis Di Masjid Abu Hurairah radhiallahu anhu menceritakan: "Suatu ketika, seorang Arab Badui buang air kecil di dalam masjid (tepatnya di sudut masjid). Orang-orang lantas berdiri untuk memukulinya. Namun Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam memerintahkan: "Biarkanlah dia, siramlah air kencingnya dengan seember atau segayung air. Sesungguhya kamu ditampilkan ke tengah-tengah umat manusia untuk memberi kemudahan bukan untuk membuat kesukaran." (HR. Al-Bukhari) Dari Anas, dia berkata,”Selagi kami berada di masjid bersama Rasulullah, tiba-tiba ada seorang A’raby yang berdiri dan kencing di dalam masjid. Para sahabat yang ada di sana berkata,”Berhentti-berhenti.” Beliau bersabda,”Biarkan saja dia!”Merekapun membiarkannya, sampai orang itu berhenti sendiri. Setelah itu beliau memanggilnya dan bersabda kepadanya,”Sesungguhnya masjid ini tidak layak untuk apapun, seperti untuk kencing dan buang kotoran, tetapi masjid ini untuk tempat zikir kepada Allah, shalat dan membaca Al Qur’an.” Lalu beliau memerintahkan seseorang untuk mengambil seember air dan menyiramkan ke tempat yang dikencingi A’raby itu. (HR. Muslim) Yahudi Meracuni Nabi Muhammad Ibnu Ishaq berkata :“Setelah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam merasa aman dan tentang Zainab binti al-Harits, istri Sallam bin Misykan, menghadiahkan kambing bakar kepada beliau. Sebelumnya Zainab telah bertanya daging bagian manakah yang paling disukai Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam ? Dikatakan kepadanya :“Daging bagian paha. Kemudian dia menaburkan racun ke seluruh kambing itu terutama bagian pahanya. Setelah dihidangkan maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam pung mencicipi dan mengunyahnya tetapi tidak sampai ditelan. Sedang Basyar bin Barra‘ bin Ma‘rur yang ikut mencicipi bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam telah mengunyah dan menelannya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam memuntahkan kunahan itu seraya berkata :“Tulang ini memberitahukan kepadaku bahwa ia mengandung racun.“ Kemudian Nabi Shallallahu ‘alaihi Wasallam memanggil wanita itu dan mengakui perbuatannya. Nabi Shallallahu ‘alaihi Wasallam bertanya :“Kenapa kamu lakukan itu ?“ Ia menjawab :“Anda telah bertindak terhadap kaumku sedemikian rupa. Kalau anda seorang raja (akan mati karena racun) dan aku merasa lega, tetapi kalau anda benar seorang nabi tentu anda akan diberitahu (oleh Tuhan tentang racun itu).“ Perempuan itu kemudian dilepaskan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam. Akibat makan daging beracun itu, Basyar bin Barra‘ meninggal dunia.(Siroh Al Buthy) Dari Abu Haurairah Bahwa ketika Khaibar ditaklukkan, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam diberi hadiah seekor kambing beracun. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam langsung bersabda: 'Tolong kumpulkanlah orang-orang Yahudi yang ada di sini.' Maka mereka dikumpulkanlah di hadapan beliau. Lalu Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: 'Saya akan bertanya kepada kalian tentang sesuatu, apakah kalian akan menjawab dengan jujur? ', mereka menjawab; 'Ya, wahai Abu Qasim (Nabi Muhammad Shallallahu'alaihi wasallam).' Lalu Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bertanya: 'Siapakah ayah kalian? ' Mereka menjawab; 'Ayah kami si fulan.' Kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: 'Kalian bohong!, tetapi ayah kalian adalah si fulan.' Mereka menjawab; 'Baginda benar.' Lalu beliau bersabda kepada mereka: 'Apakah kalian akan jujur jika saya tanya tentang sesuatu? ' Mereka menjawab; 'Ya, dan jika kami berbohong niscaya baginda mengetahuinya, sebagaimana baginda mengetahui ayah-ayah kami.' Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bertanya kepada mereka: 'Siapakah penghuni neraka? ' Mereka menjawab; 'Kami berada di dalamnya sebentar dan kemudian baginda menggantikan kami di dalamnya.' Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam berkata kepada mereka: Terhinalah kalian di dalamnya, demi Allah subhanahu wata'ala kami tidak akan menggantikan kalian di dalamnya selamanya." Lalu Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bertanya kepada mereka: "Apakah kalian akan berkata jujur terhadap pertanyaan yang akan kutanyakan kepada kalian?", mereka menjawab; Ya. Beliau bersabda: "Apakah kalian membubuhi racun pada (daging) kambing tersebut?" Mereka menjawab; "Ya, " beliau bertanya: "Apa yang menyebabkan kalian berbuat demikian?" Mereka menjawab; "Kami ingin terbebas jika baginda seorang pembohong dan jika baginda benar seorang Nabi maka (racun itu) tidak bakalan mencelakai baginda." (HR. Bukhari) Dari Anas RA, bahwasanya ada seorang wanita Yahudi pernah membawakan daging kambing yang telah diberi racun kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam. Lalu Rasulullah pun mencicipi sebagian dari daging kambing tersebut. Setelah itu wanita Yahudi tersebut dibawa ke hadapan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam. Kemudian beliau menginterogasinya tentang perihal daging kambing beracun tersebut, maka wanita Yahudi itu menjawab, "Sebenarnya, aku ingin membunuhmu hai Muhammad dengan daging kambing beracun yang kuhidangkan itu." Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam berkata kepadanya, "Sesungguhnya Allah tidak akan memberikan kemampuan kepadamu untuk melakukan pembunuhan itu."Anas berkata, "Para sahabat bertanya, 'Ya Rasulullah, bagaimana jika kami bunuh saja wanita Yahudi ini.' Rasulullah menjawab, "Tidak usah."Anas berkata, "Setelah peristiwa itu, maka saya masih mengenali bekas racun daging kambing itu pada anak lidah Rasulullah." (HR. Muslim) Sikap Rasulullah Terhadap Orang yang Menyihir Beliau Dari Aisyah RA, dia berkata, "Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam pernah menderita sakit karena disihir oleh seorang Yahudi Bani Zuraiq yang bernama Labid bin Al A'sham. Aisyah berkata, "Sampai-sampai Rasulullah mengingau, seakan-akan beliau melakukan sesuatu, padahal hal itu tidak sama sekali dikerjakan."Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam berdoa, selalu berdoa dan terus berdoa. Hingga pada suatu ketika, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam berkata kepada Aisyah, 'Hai Aisyah, tahukah kamu bahwasanya Allah telah memberitahukan kepadaku tentang apa yang aku mohonkan kepada-Nya?' Aku didatangi oleh dua orang lelaki; yang satu duduk di dekat kepalaku dan yang lain duduk di dekat kakiku. Orang yang ada di dekat kepalaku bertanya kepada orang yang ada di dekat kakiku {atau sebaliknya}, "Orang ini {yaitu Nabi Muhammad} sakit apa? " Temannya menjawab, "Ia terkena sihir/santet." Ia bertanya lagi, "Siapa yang menyihirnya? " Temannya menjawab, "Labid bin al-A'sham." Ia bertanya, "Dengan apa ia menyihir? " Temannya menjawab, "Dengan sisir, rambut, dan mayang kurma" Ia bertanya, "Di mana? " Temannya menjawab, "Di sumur Dzi Arwan." Aisyah berkata, "Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam datang ke sumur itu bersama beberapa orang sahabat beliau seraya berkata, "Hai Aisyah, demi Allah air sumur itu berwarna kemerah-merahan dan pohon kurmanya bagaikan kepala syetan."Kata Aisyah: Lalu saya bertanya, "Ya Rasulullah, apakah engkau telah membakarnya?"Beliau menjawab, "Tidak. Yang terpenting, Allah telah menyembuhkanku. Aku tidak suka membalas kejahatan orang lain. Oleh karena itu, aku diperintahkan untuk menguburnya saja." Maka peralatan santet itu pun langsung di kubur (HR. Muslim) Unta Rasulullah Dicuri Salamah bin Al Akwa' berkata;"Aku keluar sebelum adzan pertama shalat Shubuh (dikumandangkan). Saat itu unta betina bunting milik Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam sedang digembalakan di Dzi Qarad." Dia melanjutkan; "Lalu aku berjumpa dengan budak Abdurrahman bin 'Auf, dia berkata; "Unta Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam telah dicuri orang." Aku bertanya; "Siapa yang mencurinya?". Dia berkata: "(Suku) Ghathafan". Maka aku berteriak sebanyak tiga kali dengan teriakan yang dapat diperdengarkan diantara dua bukit Madinah. Maka aku hadapkan wajahku (tidak menoleh ke kanan dan kiri) hingga aku dapat menemukan mereka hendak memberikan minum unta itu. Aku meluncurkan anak panah kepada mereka. Aku adalah orang yang ahli memanah. Aku katakan; "Akulah putra Al Akwa'. Hari ini adalah hari kebinasaan orang-orang yang hina" Dan aku terus bersya'ir hingga aku merebut kembali unta tersebut dari mereka (sebelum mereka meminum air susunya). Aku juga berhasil merampas sebanyak tiga puluh burdah (kain selimut)." Dia melanjutkan; "Kemudian Nabi shallallahu 'alaihi wasallam beserta para shahabat datang. Aku katakan; "Wahai Nabiyullah, aku dapat mendahului kaum itu dari mata air sehingga mereka kehausan. Untuk itu, utuslah aku sejenak (untuk memberi pelajaran kepada mereka)." Maka beliau bersabda: "Wahai Ibnu Al Akwa', tahanlah emosimu dan bersikap lembutlah." Dia berkata; "Kemudian kami kembali dan aku dibonceng di atas unta beliau hingga kami memasuki kota Madinah." (HR. Bukhari) Memaafkan Miqdad Yang Menghabiskan Susu Dari Al Miqdad RA, dia berkata, "Saya dan dua orang teman saya datang —sedangkan pada saat itu pendengaran dan penglihatan saya sudah tidak berfungsi lagi karena sakit yang pernah saya alami." Al Miqdad berkata, "Kami mulai menyerahkan diri kami {memohon bantuan} kepada para sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam, tapi tidak seorang pun dari mereka yang sudi menerima kami. Akhirnya, kami mendatangi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam dan beliau pun mengajak kami pergi menuju keluarga beliau. Ternyata di rumah beliau ada tiga ekor kambing. Lalu beliau berkata, "Perahlah susu kambing itu untuk kita minum bersama!" Al Miqdad berkata, "Lalu kami memerah susu kambing itu dan setiap orang dari kami pun meminum jatahnya masing-masing. Setelah itu, kami menyimpan susu jatah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam. Kata Al Miqdad, "Sebagian malam telah berlalu, kemudian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam mengucapkan salam yang tidak sampai membangunkan orang tidur, tetapi dapat didengar oleh orang yang terjaga. " Al-Miqdad berkata, "Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam datang ke masjid lalu beliau melaksanakan shalat. Setelah itu, beliau mendekati minumannya untuk diminum." Pada malam itu, ketika saya telah meminum jatah minuman saya, tiba-tiba saya tergoda oleh bisikan syetan yang selalu terngiang di telinga saya, "Muhammad mendatangi orang-orang Anshar dan mereka pun menjamunya. Setelah itu, ia {Muhammad} mendapat jamuan di tengah mereka, hingga ia {Muhammad} tidak membutuhkan minumannya yang tersisa." Lalu saya dekati minuman beliau yang tersisa itu dan langsung saya meminumnya. Setelah minuman Rasulullah itu masuk ke dalam perut saya, dan tentunya tidak mungkin bagi saya untuk mengeluarkannya kembali, maka syetan membisikkan rasa penyesalan ke dalam hati saya. "Hai celaka sekali kamu ini," seru syetan. "Apa yang telah kamu lakukan? Mengapa kamu minum habis minuman Muhammad itu? Bagaimana nanti, apabila Muhammad datang dan ia tidak mendapatkan lagi minumannya, hingga akhirnya ia mendoakan kecelakaan bagimu dan kamu akan celaka di dunia dan akhirat?" Kebetulan pada saat itu saya tengah mengenakan jubah, yang apabila saya tutupkan sampai kedua telapak tangan saya, maka kepala saya pasti akan nampak. Sebaliknya, apabila saya tutupkan kepala saya, maka kedua telapak tangan saya pasti akan nampak. Oleh karena itu, saya tidak dapat tidur dengan tenang. Sementara kedua teman saya, sepertinya mereka berdua dapat tidur dengan nyenyak karena mereka tidak berbuat seperti apa yang telah saya perbuat. Al Miqdad berkata, "Tak lama kemudian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam datang dan memberi salam seperti biasanya. Setelah itu, beliau pergi ke masjid untuk melaksanakan shalat. Usai melaksanakan shalat, beliau pun langsung menghampiri minumannya untuk diminumnya. Tetapi, beliau mendapatkan bahwa minuman yang ada dalam gelas itu habis. Akhirnya beliau menengadahkan wajahnya ke langit. Batin saya mengatakan, "Mungkin Rasulullah sekarang akan mendoakan kecelakaan untuk saya, orang yang telah meminum habis minumannya itu." Tetapi, syukur alhamdulillah, ternyata beliau malah berdoa, "Ya Allah, berilah makan orang yang telah memberiku makan dan berilah minum orang yang telah memberiku minum." Al Miqdad berkata, "Akhirnya saya singsingkan jubah saya, lalu saya ambil pisau saya, dan saya pergi menuju kandang kambing saya. Saya pilih kambing yang paling gemuk untuk saya sembelih sebagai makanan bagi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam. Ketika saya sembelih, ternyata kambing-kambing itu mengandung susu yang sangat banyak, hingga saya segera meminjam wadah kepada keluarga Rasulullah, di mana sebelumnya mereka jarang sekali mempergunakan wadah tersebut untuk memerah kambing. Akhirnya saya perah susu kambing itu hingga memenuhi wadah-wadah tersebut. Setelah itu, saya pun menghampiri Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam. Lalu beliau berkata, "Apakah kalian telah meminum minuman kalian tadi malam?" Saya berkata, "Ya Rasulullah, silahkan Anda mencicipi susu kambing ini!" Kemudian beliau pun meminumnya dengan senang. Setelah itu beliau pun minta minum lagi. Lalu saya mempersilahkan beliau untuk meminum susu tersebut. Maka beliau pun meminumnya dan setelah itu minta lagi. Setelah tahu bahwasanya Rasulullah merasa segar dan saya telah dapat memenuhi permintaannya, maka saya pun merasa senang hingga saya terjatuh ke tanah. Rasulullah bertanya, "Hai Miqdad, apakah ada salah satu perbuatanmu yang buruk?" Saya menjawab, "Ya. Sebenarnya tadi malam saya begini dan begitu, hingga akhirnya saya telah melakukan ini dan itu." Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam bersabda, "Sebenarnya hal itu merupakan rahmat dari Allah. Sayangnya, mengapa kamu tidak memberitahu kepadaku hingga kita dapat membangunkan kedua teman kita dan turut serta pula minum bersama kita?" Al Miqdad berkata, "Demi Dzat yang telah mengutus engkau dengan kebenaran, sungguh saya tidak mengira jika engkau sudi mencicipi air susu ini besama saya dan para sahabat lainnya." (HR. Muslim) Kisah Di Dzatur Riqa’ (Da’tsur?) Dari Jabir bin Abdullah RA, dia berkata, "Kami pernah menyertai Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam dalam suatu pertempuran di sekitar Najd. Kami melihat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam di suatu lembah yang banyak pepohonan besar dan berduri. Kemudian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam berhenti di bawah sebuah pohon. Lalu beliau gantung pedang beliau di salah satu cabang pohon tersebut. Jabir berkata, "Pada saat itu, para sahabat pergi berpencar di lembah itu untuk bernaung di bawah pohon-pohon yang rindang." Kemudian Rasulullah bersabda, "Tadi ketika aku sedang tidur di bawah pohon, ada seorang laki-laki yang mendatangiku seraya mengambil pedangku. Tak lama kemudian, aku pun terjaga dari tidur, sedangkan dia telah berdiri di atas kepalaku. Aku telah mengetahui bahwasanya ia telah siap dengan pedang di tangannya.Dia berkata, "Hai Muhammad, siapakah yang dapat menghalangiku untuk membunuhmu?" Dengan tegas aku menjawab, "Allah." Ia bertanya lagi, "Siapakah yang dapat mengahalangiku untuk membunuhmu?" Aku menjawab, "Allah." Akhirnya orang tersebut menyarungkan kembali pedangku itu dan inilah orangnya sedang duduk."Ternyata Rasulullah tidak menyerang sama sekali untuk membalasnya. (HR. Muslim) Tarikan keras Badui Kesempurnaan jiwa pemaaf Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam teriwayatkan dalam peristiwa yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik Ra. Beliau meriwayatkan: “Suatu hari aku berjalan menemani Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam dan baginda memakai sebuah selendang di lehernya. Tiba-tiba seorang Arab Badwi menarik selendang itu dengan sangat kasar sekali, sehingga tarikan itu meninggalkan bekas yang jelas pada leher Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam yang mulia. Tidak cukup sampai di situ, orang Arab Badwi itu juga mengherdik Rasululah Shallallahu ‘alaihi Wasallam dengan bahasa yang kasar, “Hei Muhammad, isikan kedua keledaiku ini dengan harta Allah yang ada padamu. Sesungguhnhya itu bukan hartamu dan juga bukan harta bapakmu!” Mendengar tengkingan Arab Badwi yang keras itu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam hanya diam dan berkata: “Harta itu memang milik Allah dan aku hanyalah seorang hamba-Nya. Tapi engkau wahai orang Arab Badwi akan dihukum atas apa yang perbuat ke atas diriku.” “Tidak”, kata orang Arab itu. “Mengapa tidak?”, tanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam. “Sebab engkau wahai Muhammad tidak pernah membalas suatu keburukan dengan keburukan pula”, jawab Badwi itu. Mendengar jawaban tersebut Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam tersenyum dan segera memerintahkan para sahabat untuk mengisi bakul di atas dua keledai orang Arab itu dengan gandum dan juga kurma. Rasulullah Dan Nenek Tua Pada suatu hari, di kota Mekkah, Rasulullah melihat seorang wanita tua yang tengah menunggu seorang yang bisa dimintai tolong membawakan barangnya. Benar saja begitu Rasulullah lewat didepannya, ia memanggil, “Ya Ahlal Arab! Tolong bawakan barang ini. Nanti akan ku bayar!” Rasulullah sebenarnya sengaja lewat dihadapan nenek itu karena bermaksud hendak menolongnya. Maka ketika Rasulullah menghampirinya, beliau segera mengankat baran-barang itu seraya berkata, “Aku mengangkatkan barangmu tanpa bayaran.” Nenek tua itu amat senag mendengar perkataan tersebut karena selama ini sangat jarang orang yang membantunya tanpa pamrih sedikitpun. Biasanya walaupun tidak meminta, tetapi jika dia memberi bayaran, orang dengan senang hati akan menerimanya. Dia pandangi wajah Muhammad yang bersih dan teduh. Dia yakin orang yang menolongnya kini adalah seorang yang berbudi luhur dan jujur. Di tengah perjalanan wanita itu berkata menasihatinya, “Kabarnya di kota Mekkah ini ada seorang yang mengaku Nabi, namanya Muhammad. Hati-hatilah engkau dengan orang itu. Jangan sampai engkau terperdaya mempercayainya!” Nenek tua itu sama sekali tidak tahu bahwa orang yang menolingnya, yang kini ada bersamanya adalah Muhammad. Maka Nabi berkata Kepadanya, “Aku Muhammad.” Nenek itu terperangah kaget mengetahui bahwa pemuda yang meolongnya adalah Mudammad. Maka pada saat itu juga nenek itu langsung mengucapkan syahadat. Ucapnya, “Aku bersaksi tidak ada Tuhan selain Allah, dan bahwa engkau adalah Rasulullah, dan sesungguhnya engkau memiliki akhlak yang luhur!” (Sumber : Nasiruddin, S.Ag, MM, 2007, Kisah Orang-Orang Sabar, Republika, Jakarta.) Maaf Untuk Para Musuh Maaf Untuk Hatib Bin Abu Balta'ah Ali radliallahu 'anhu berujar,Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mengutusku, Zubair, dan Miqdad, pesan beliau: "Berangkatlah kalian hingga kalian sampai "Raudhah Khakh", sebab disana ada seorang wanita penunggang unta yang membawa surat, rebutlah surat itu." Kata Ubaidullah bin Rafi', kami pun berangkat dan kuda kami pacu secepat-cepatnya hingga kami tiba di Raudah Khakh, disana telah ada ada seorang wanita menunggang unta. Kami katakan kepadanya; "Tolong keluarkan suratmu." "Aku tak membawa surat." Jawab si wanita tersebut. Maka terpaksa kami katakana; "Kamu harus keluarkan surat itu, atau kami yang akan menelanjangi pakaianmu!" Kata Ubaidullah, maka si wanita itu akhirnya mau mengeluarkan suratnya dari gelung rambutnya, dan kami bawa surat tersebut kepada Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam. Ternyata surat tersebut berasal dari Khatib bin Abu Balta'ah Al Ansahri untuk beberapa orang musyrik Makkah, memberitakan mereka beberapa kebijakan Rasulullah yang akan beliau lakukan. Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menginterogasi Hatib bin Abu Balta'ah dengan berujar "Wahai Hathib, apa maksudmu menulis surat seperti ini?" Jawab Hathib "Wahai Rasulullah, jangan engkau terburu-buru menghukumku, aku adalah seseorang yang dahulu terdampar di Quraisy, -lantas ia jelaskan, dia adalah sekutunya, namun bukan berasal dari cucu keturunannya-. Orang-orang muhajirin yang bersamamu mempunyai banyak kerabat yang menjaga keluarga dan harta mereka, maka aku juga pingin jika aku tak punya nasab, aku cari pelindung disisi mereka sehingga menjaga keakrabanku. Aku lakukan bukan karena aku murtad dari agamaku, bukan pula berarti aku ridla terhadap kekafiran setelah keIslaman." Rasulullah memberi komentar "Hatib memang telah jujur kepada kalian." Umar namun menyampaikan sikap kerasnya "Wahai Rasulullah, biarkan aku untuk memenggal leher si munafik ini." Rasulullah mencegahnya seraya berujar "Dia, Hatib, telah ikut perang badar, siapa tahu Allah telah mengintip semua pengikut perang Badar dan bertitah "lakukan yang kalian suka, AKU telah mengampuni kalian, maka turunlah ayat: "Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kalian ambil musuh-Ku dan musuh kalian sebagai pelindung, kamu nampakkan kecintaan kepada mereka, padahal, mereka mengkufuri kebenaran yang datang kepada kalian." -sampai ayat "Telah sesat dari jalan yang lurus- (QS. Mumtahanah ayat 1). (HR. Bukhari) Pembebasan Tsumamah Dari Abu Hurairah RA, dia berkata, "Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam pernah mengirim pasukan berkuda ke wilayah Najed. Ketika kembali ke Madinah, mereka berhasil menawan seorang lelaki dari Bani Hanifah yang bernama Tsumamah bin Utsal, pemimpin penduduk Yamamah. Setelah itu mereka pun mengikat lelaki tersebut pada salah satu tiang masjid." Suatu ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam datang menemui tawanan itu sambil bertanya, "Bagaimana keadaanmu hai Tsumamah?" Lelaki tawanan itu menjawab, "Aku baik-baik saja ya Muhammad. Apabila kamu ingin membunuh seseorang, maka bunuhlah orang yang memang pantas dibunuh. Apabila kamu ingin memberikan suatu kenikmatan, maka berikanlah kenikmatan itu kepada orang yang mau bersyukur. Apabila kamu meminta harta, maka akan aku beri berapa saja yang kamu mau!" Lalu Rasulullah pergi meninggalkannya tanpa memberikan komentar sedikitpun atas ucapannya. Keesokan harinya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam menemui tawanan itu lagi seraya bertanya, "Bagaimana keadaanmu hai Tsumamah?" Tawanan lelaki itu menjawab, "Aku tidak ingin berbicara kepadamu hai Muhammad. Apabila kamu ingin memberikan suatu kenikmatan, maka berikanlah kenikmatan tersebut kepada orang yang mau berterima kasih. Apabila kamu ingin membunuh seseorang, maka bunuhlah orang yang memang pantas dibunuh. Apabila kamu menghendaki harta benda, maka mintalah berapa saja yang kamu inginkan, niscaya akan aku berikan kepadamu!" Seperti kemarin, Rasulullah pun meninggalkannya tanpa memberi komentar sedikitpun atas ucapannya itu. Hari berikutnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam datang menemuinya dan berkata,"Bagaimana keadaanmu hai Tsumamah?" Seperti biasa, lelaki tawanan itu berkata, "Seperti yang telah aku katakan kepadamu hai Muhammad, apabila kamu ingin memberikan suatu kenikmatan, maka berikanlah kenikmatan itu kepada orang yang mau berterima kasih. Apabila kamu ingin membunuh, maka bunuhlah orang yang memang pantas dibunuh. Apabila kamu menginginkan harta benda, maka mintalah berapa yang kamu inginkan, niscaya akan aku berikan!" Mendengar jawaban lelaki tawanan itu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam bersabda, "Bebaskanlah Tsumamah." Lalu para sahabat langsung mematuhi perintah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam dan membebaskan Tsumamah bin Utsal. Setelah bebas dari tawanan kaum muslimin, maka Tsumamah langsung pergi menuju pohon kurma dekat masjid. Di sana ia mandi sambil membersihkan dirinya. Tak lama kemudian ia masuk ke dalam masjid seraya berkata, "Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan Allah. Ya Muhammad, pada awalnya tidak ada wajah yang paling aku benci di muka bumi ini selain wajahmu. Tetapi kini, hanya wajahmulah yang paling aku sukai di antara wajah-wajah yang pernah aku temui. Demi Allah, pada awalnya tidak ada agama yang paling aku benci di muka bumi ini selain agamamu. Tetapi kini, hanya agamamulah yang paling aku sukai di antara agama-agama lain yang pernah aku kenal. Demi Allah, pada awalnya tidak ada negeri yang paling aku benci di muka bumi ini selain negerimu. Tetapi kini, hanya negerimulah yang paling aku cintai di antara negeri-negeri lain yang pernah aku kunjungi. Ya Muhammad, sebenarnya aku ingin pergi ke kota suci Makkah untuk melakukan umrah, tetapi pasukan berkudamu telah menangkapku. Bagaimanakah hal ini menurutmu?" Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam lalu menyampaikan berita gembira kepada Tsumamah, bahwa ia boleh melakukan ibadah umrah kali ini. Sesampainya di kota Makkah, ada seseorang yang bertanya kepadanya, "Hai Tsumamah, apakah engkau telah keluar dari agama engkau?" Tsumamah bin Utsal menjawab, "Tidak. Tetapi aku telah masuk Islam dengan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam. Demi Allah, tidak akan ada sebutir biji gandum pun dari Yamamah yang akan sampai kepadamu sebelum mendapat izin Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam." (HR. Muslim) Maaf Rasulullah untuk Suhail bin Amr Haripun berjalan juga. Orang-orang Quraisy sedang menahan hati mengalami cobaan itu sambil menunggu kesempatan sampai dapat tawanan-tawanan mereka itu nanti tertebus. Hari itu yang datang adalah Mikraz b. Hafz, hendak menebus Suhail b. 'Amr. Rupanya Umar bin'l-Khattab keberatan kalau orang itu bebas tanpa mendapat sesuatu gangguan. Maka lalu ia berkata: "Rasulullah. Ijinkan saya mencabut dua gigi seri Suhail b. 'Amr ini, supaya lidahnya menjulur keluar dan tidak lagi berpidato mencercamu di mana-mana." Tapi ini dijawab oleh Nabi dengan suatu jawaban yang sungguh agung: "Aku tidak akan memperlakukannya secara kasar, supaya Tuhan tidak memperlakukan aku demikian, sekalipun aku seorang nabi." (Siroh Muhammad Husain Haikal) Kemurahan Hati Terhadap Tawanan Dalam pada itu pihak Quraisy terus saja menebus tawanannya. Nilai tebusan waktu itu berkisar antara seribu sampai empat ribu dirham untuk tiap orang. Kecuali yang tidak punya apa-apa dengan kemurahan hati Muhammad membebaskannya. (Siroh Muhammad Husain Haikal) Quraisy Meminta Perlindungan Dari Abu Bashir Tetapi apakah yang terjadi setelah itu ? Sesampainya di Madinah, datanglah kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi Wasallam salah seorang dari Quraisy bernama Abu Bashir, menyatakan diri masuk Islam. Kemudian Quraisy mengirimkan dua orang utusannya yang meminta pemulangan Abu Bashir. Sesuai perjanjian yang baru saja ditandatangani Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam harus menyerahkan Abu Bashir kepada kedua utusan Quraisy tersebut. Lalu kedua utusan itu memawa pulang. Tetapi ketika sampai di Dzil Hulaifah, Abu Bashir berhasil merebut pedang salah seorang utusan yang membawanya tersebut dan membunuhnya, sedangkan temannya lari menyelamatkan diri. Kemudian Abu Bashir kembali menemui Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam seraya berkata :“Wahai Nabi Allah, sungguh demi Allah, Allah telah memenuhi apa yang pernah engkau janjikan. Engkau kembalikan aku kepada mereka, kemudian Allah menyelamatkan aku dari mereka.“ Lalu ia pergi ke Saiful Bahr (daerah pantai) yang kemudian disusul oleh Abu Jandal. Akhirnya tempat ini menjadi tempat penampungan kaum Muslimin dari penduduk Mekkah. Semua orang Quraisy yang telah menyatakan diri masuk Islam pergi menyusul Abu Bashir dan kawan-kawannya ke tempat ini. Setiap kali mendengar ada kafilah Quraisy membawa perdagangan ke negeri Syam , mereka selalu mencegatnya dan mengambil harta benda mereka. Akhirnya Quraisy mengirim utusan kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam meminta agar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam menerima dan menarik mereka ke Madinah. Lalu mereka pun datang ke Madinah. (Siroh Al Buthy) Maaf untuk Fadhalah bin umair Pada suatu hari Nabi Shallallahu ‘alaihi Wasallam sedang bertawaf mengelilingi Ka’bah. Seorang kafir Quraisy bernama Fadhalah bin Umair mengikutinya dari belakang. Sudah lama dia mengatur rencana untuk membunuh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam. Inilah masa yang paling tepat. Rasululah Shallallahu ‘alaihi Wasallam sedang tawaf bersendirian. Fadhalah pun menghunus pisaunya untuk menikam Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam dari belakang. Namun ketika dia mendekat Jibril datang memberitahu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam. Maka tanpa melihat ke belakang Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam bersabda, “Adakah engkau Fadhalah?” “Ya, saya Fadhalah.” “Apakah yang engkau rencanakan dalam hatimu, tadi?” Alangkah terkejutnya Fadhalah. Ternyata Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam mengetahui keberadaannya di belakang dan mengetahui niat jahatnya.Maka diapun berbohong. “Tidak ada Ya Rasulullah. Saya tadi tengah berzikir.” Rasulullah tersenyum mendengar jawaban Fadhalah itu. Nabi mengucapkan “Astaghfirullah” lalu meletakkan telapak tangannya di dada Fadhalah sehingga hatinya menjadi tenang. “Sungguh ketika Nabi telah mengangkat tangannya dari dadaku, maka tidak ada yang lebih kucinta di seluruh dunia ini kecuali Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam.” Demikian kata Fadhalah. Subhanallah..alangkah pemaafnya Rasulullah. Fadhalah datang untuk membunuhnya. Namun beliau malah tersenyum dan meletakkan tangannya yang mulia di dada Fadhalah untuk mendoakannya. Sehingga berubahlah api kebencian dalam dada Fadhalah menjadi bunga-bunga cinta yang harum semerbak. (Sirah Al Mubarakfury) Maaf Untuk Umair bin Wahab Kegilaan kaum kafir akibat kekalahan pada peperangan Badar semakin menjadi jadi tatkala kaum Muslimin berhasil membunuh 70 tokoh mereka, menawan 70 orang dan sejumlah besar harta mereka sebagai rampasan. Aib kekalahan ini senantiasa menghantui mereka. Perasaan pahit, sakit dan putus asa berkecamuk di dalam hati mereka.Karena itu mereka berfikir untuk membalas dendam kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam secara curang dan terselubung setelah mereka gagal menghadapi secara face to face. Perang Badar dimenangkan oleh pasukan kaum muslimin. Rasa syukur pun selalu mereka panjatkan ke hadirat Allah SWT. Sebaliknya, kekalahan yang diterima kaum musyrikin Quraisy benar-benar membuat mereka makin geram. Umair bin Wahab dan Shafwan bin Umayyah mengungkapkan kekesalan mereka atas kemenangan umat Islam. Umair berkata kepada Shafwan, “Ah, seandainya aku tidak sedang dililit utang dan keluargaku bisa kutinggalkan saat kesulitan sekarang, aku akan mencari Muhammad dan membunuhnya!” Mendengar perkataan Umair tersebut, Shafwan menyambut ide Umair dan berkata, “Baiklah, jika kau berhasil membunuh Muhammad dan menyiksanya dengan keji, aku berjanji akan memberimu 100 ekor unta. Dengannya kamu bisa melunasi semua utang keluargamu, begitu pula keluargamu akan aku jadikan bagian dari keluargaku!” Tawaran yang menggiurkan. Tanpa pikir panjang, Umair langsung menerima tawaran Shafwan dengan senang hati. “Kalau begitu rahasiakanlah kesepakan kita ini!” kata Umair. Umair pun segera berangkat ke Medinah dengan membawa pedang yang telah diasah dan dilumuri dengan racun untuk melaksanakan rencana kejinya tersebut. Akan tetapi, di tengah perjalanan ia bertemu Umar bin Khaththab. Rasa takut menyergap Umair, apalagi ketika Umar menggiringnya untuk menghadap Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam. Umar berkata dengan keras kepada Umair atas maksud kedatangannya ke Medinah. Beliau bertanya, “Anjing ini adalah musuh Allah.Dia tidak datang kecuali untuk kejahatan.Dialah yang memprovokasi kita di Badar. Apa maksud kedatanganmu ke sini?” Umair tidak mungkin menjawab dengan jujur niatnya untuk membunuh pemimpin umat Islam itu sendiri. Ia berkilah, “Sungguh kedatanganku ke sini untuk menebus putraku yang telah kalian tawan.” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam sebenarnya sudah mengetahui bahwa Umair berbohong. Beliau mendapat petunjuk dari Allah SWT. Berkali-kali beliau bertanya kepada Umair, berkali-kali pula ia terus berbohong. Akhirnya, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam mengakhiri kebohongan Umair dengan berkata, “Aku tahu engkau telah bersekongkol dengan Shafwan untuk membunuhku. Dengan melakukannya, Shafwan akan memberikanmu 100 ekor unta untuk melunasi seluruh utang keluargamu dan menjadikan keluargamu bagian dari keluarganya!” Umair tersentak kaget mengetahui Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam bisa membongkar niat busuknya. Dia sangat heran, “Benar-benar tidak habis pikir, bagaimana Rasulullah bisa mengetahui rencana busukku, padahal tidak ada orang lain yang mendengarkan, hanya aku dan Shafwan. Lagi pula percakapan itu terjadi di Mekah, jauh dari Medinah tempat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam berada?” Kebenaran berita yang disampaikan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam membuat Umair yakin bahwa Muhammad benar-benar utusan Allah. Ia pun mengucapkan dua kalimat syahadat sebagai ketundukannya pada Islam. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam menyambutnya dengan baik. Umair berkata,”Aku bersaksi bahwa Engkau adalah Utusan Allah. Wahai Rasulullah izinkanlah aku untuk mengajak penduduk Mekkah masuk Islam”. Akhirnya dia mendatangi penduduk Mekkah dan mengajak mereka masuk Islam hingga banyak orang yang masuk Islam melalui dakwahnya, padahal dulu dia dikenal sebagai orang yang suka menyakiti lawannya. (Sirah Al Mubarakfury) Maaf Kepada Suraqah Dari Ishak, dia berkata, "... Tiba-tiba saya melihat seorang penggembala datang sambil membawa kambingnya ke batu karang tersebut untuk berteduh di bawah naungannya. Lalu saya pun menemuinya sambil berkata, 'Hai Nak, kamu bekerja untuk siapa?' Penggembala itu menjawab, 'Saya bekerja untuk seseorang di kota Madinah'. Saya bertanya lagi, 'Apakah kambingmu mempunyai susu?' Penggembala itu menjawab, 'Ya kambing ini ada susunya.' Lalu saya berkata kepadanya, 'Maukah kamu memerahnya untuk saya?' Penggembala itu menjawab, 'Baiklah.' Kemudian penggembala itu mengambil dan menuntun kambing ke arah saya. Lalu saya berkata kepadanya, 'Hai Nak, bersihkan kambingnya itu dari rambut, debu, dan kotoran lainya!'" (Abu Ishak berkata, "Saya melihat Al Barra menepuk-nepukkan tangannya untuk membersihkannya"). Lalu penggembala itu mulai memerah susu kambingnya dan menadahkan air susunya dengan sebuah wadah dari kayu. Abu Bakar berkata, "Sementara itu saya membawa kantung air yang terbuat dari kulit untuk tempat minum dan wudhu Rasulullah. Setelah itu saya kembali ke tempat Rasulullah tidur, tetapi saya enggan membangunkan beliau dari tidurnya. Tak lama kemudian Rasulullah terbangun dari tidurnya. Lalu saya tuangkan sedikit air pada susu itu, hingga menjadi sedikit hangat dan siap untuk diminum. Saya berkata, 'Ya Rasulullah, bangun dan minumlah susu ini!' Kemudian beliau meneguk susu tersebut dan legalah rasa hati saya. Kemudian beliau bertanya kepada saya, 'Bisakah kita meneruskan perjalanan kita sekarang?' Saya menjawab, 'Baiklah.' Lalu berangkatlah kami meneruskan perjalanan setelah matahari tergelincir. Tiba-tiba kami melihat Suraqah bin Malik mengejar kami dari belakang. Lalu saya berkata kepada beliau, 'Ya Rasulullah, kita sedang berada dalam bahaya.' Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam menjawab,'Janganlah kamu bersedih, sesungguhnya Allah selalu bersama kita' Lalu Rasulullah pun berdoa dan memohon pertolongan dari Allah. Tiba-tiba kuda yang dikendarainya terperosok ke dalam tanah. Kemudian Suraqah bin Malik berseru, 'Saya mengetahui bahwa kalian berdua berdoa kepada Allah untuk mencelakakan saya. Oleh karena itu, mohonkanlah agar saya terlepas dari siksaan ini!? Akhirnya Rasulullah berdoa kepada Allah untuk melepaskannya dari siksaan tersebut, hingga ia terbebas dan selamat. Lalu ia kembali kepada kaumnya. Setiap kali bertemu dengan seseorang, ia pasti mengatakan, 'Cukup sampai di sini bagi saya bekerja untuk kalian'.""' (HR. Muslim) Maaf Untuk Abdullah bin Ubay Maaf Untuk Abdullah bin Ubay 1 Dari Usamah bin Zaid RA, bahwa pada suatu ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam pergi mengendarai seekor keledai yang berpelana dan di bawahnya ada kain selimut usang hasil produksi Fadakiah.Sementara itu, sahabat Usamah mengikutinya dari belakang untuk menjeguk Sa'ad bin Ubadah yang berada di Bani Harits bin Al Khazraj, dan peristiwa tersebut terjadi sebelum pertempuran Badar. Di tengah jalan beliau melewati suatu majelis yang terdiri dari beberapa kelompok, yaitu kelompok kaum muslimin, kelompok kaum musyrikin penyembah berhala, dan kelompok orang-orang Yahudi. Di antara tokoh yang hadir pada saat itu adalah Abdullah bin Ubay dan Abdullah bin Rawahah. Ketika debu-debu bekas derapan kaki kuda mulai menyelimuti majelis, maka Abdullah bin Ubay menutup hidungnya dengan serban agar tidak kemasukan debu tersebut. Karena tidak kuat menahan banyaknya debu, maka ia pun berkata, "Jangan kau taburkan debu kepadaku!" Setelah memberi salam kepada mereka, maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam berhenti dan turun dari keledainya. Kemudian beliau mulai menyerukan orang-orang yang hadir di majelis itu untuk beriman kepada Allah SWT sambil membacakan ayat-ayat Al Qur'an kepada mereka. Mendengar seruan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam itu, Abdullah bin Ubay pun langsung berkata, "Lebih baik engkau berdiam di rumah saja! Apabila apa yang engkau katakan itu benar, maka janganlah engkau menyakiti kami di sini! Kembalilah ke rumah engkau dan berdiamlah di sana! Siapapun di antara kami yang datang kepada engkau, maka silakanlah engkau bacakan ayat-ayat tersebut kepadanya!" Selanjutnya Abdullah bin Rawahah RA juga berkata, "Kacaukan saja majelis kami ini! Sesungguhnya kami sangat menyukai hal itu." Akhirnya kaum muslimin, orang-orang musyrikin, dan orang-orang Yahudi yang hadir di majelis tersebut saling mencaci maki antara satu dengan yang lain. Bahkan hampir saling menyerang dan menerjang di antara mereka. Lalu Rasulullah pun berupaya menenangkan mereka. Setelah itu beliau mengendarai keledainya hingga sampai di rumah Sa'ad bin Ubadah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam langsung berkata, "Hai Sa'ad, tidak dengarkah kamu apa yang diucapkan Abu Hubab (Abdullah bin Ubay) tadi? Ia berkata begini dan begitu kepadaku!" Lalu Sa'ad bin Ubadah RA berkata, "Maafkanlah dia ya Rasulullah! Sekali lagi maafkanlah dia! Demi Tuhan, sesungguhnya Allah SWT telah menganugerahkan kepada engkau apa yang memang hendak Dia anugerahkan kepada engkau. Sebagaimana yang engkau ketahui sendiri, bahwa penduduk kota Madinah telah banyak yang bergabung, bahkan mendukung perjuangan engkau. Kalau sampai Allah menarik kembali hal itu dengan kebenaran yang telah Dia anugerahkan kepada engkau, berarti ada sesuatu yang tidak beres." Ternyata Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam dapat memahami apa yang diutarakan Sa'ad bin Ubadah. Akhirnya beliau mau memaafkan perbuatan Abdullah bin Ubay. (HR. Muslim) Maaf Untuk Abdullah bin Ubay 2 Ibnu Hisyam meriwayatkan dari Abdullah bin Ja‘far bin al-MuShallallahu ‘alaihi Wasallamwir bin Makhramah dari Abu ‚Uwaha bahwa, seorang wanita Arab datang membawa perhiasannya ke tempat perdagangan Yahudi Bani Qainuqa‘. Ia mendatangi seorang tukang sepuh untuk menyepuhkan perhiasannya. Ia kemudian duduk menunggu sampai tukang sepuh Yahudi itu menyelesaikan pekerjaannya. Tiba-tiba datanglah beberapa orang Yahudi berkerumun mengelilinginya dan minta kepada wanita Arab itu, secara diam-diam si tukang sepuh itu menyangkutkan ujung pakaiannya yang menutup seluruh tubuhnya pada bagian punggungnya. Ketika wanita itu berdiri terbukalah aurat bagian belakangnya. Orang-orang Yahudi yang melihatnya tertawa gelak-bahak. Wanita itu menjerit minta pertolongan. Mendengar teriakan itu, salah seorang dari kaum Muslimin yang berada di perniagaan itu secara kilat menyerang tukang sepuh Yahudi dan membunuhnya. Orang-orang Yahudi yang berada di tempat itu kemudian mengeroyoknya hingga orang Muslim itu pun mati terbunuh. Tindakan orang-orang Yahudi yang membunuh orang Muslim itu menyebabkan kemarahan kaum Muslimin, sehingga terjadilah peperangan antara kaum Muslimin dengan orang-orang Yahudi Banu Qunaiqa‘. Dengan demikian, mereka adalah kaum Yahudi pertama kali melanggar perjanjian yang diadakan di antara mereka dengan Nabi Shallallahu ‘alaihi Wasallam. Insiden ini menurut riwayat ath-Thabary dan al-Waqidy, terjadi pada pertengahan bulan Syawawal tahun kedua Hijra. Kemudian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam mengepung mereka selama beberapa hari hingga mereka menyerah dan menerima hukuman yang akan diputuskan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam. Setelah mereka berada di bawah kekuasaan beliau, datanglah Abdullah bin Ubay lalu berkata :„Hai Muhammad, perlakukanlah para sahabatku itu dengan baik.“ Permintaan Abdullah bin Ubay itu tidak diindahkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam. Abdullah bin Ubay mengulangi lagi permintaannya, tetapi beliau Shallallahu ‘alaihi Wasallam berpaling muka sambil memasukkan tangannya ke dalam baju besinya. Wajah beliau tampak marah, hingga raut wajahnya tampak merah padam. Beliau mengulangi kembali ucapannya sambil memperlihatkan kemarahannya : „Celaka engkau , tinggalkan aku!“. Abdullah bin Ubay menyahut :“Tidak, demi Allah, aku tidak akan melepaskan anda sebelum anda mau memperlakukan para sahabatku itu dengan baik. Empat ratus orang tnapa perisai dan tiga ratus orang bersenjata lengkap telah membelaku terhadap semua musuhku itu, apakah hendak anda habisi nyawanya dalam waktu sehari ? Demi Allah, aku betul-betul mengkhawatirkan terjadinya bencana itu !“. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam akhirnya berkata :“Mereka itu kuserahkan padamu dengan syarat mereka harus keluar meninggalkan Madinah dan tidak boleh hidup berdekatan dengan kota ini.“ Orang-orang Yahudi Banu Qainuqa‘ itu kemudian pergi meninggalkan Madinah menuju sebuah pedusunan bernama ‚Adzara‘at di daerah Syam. Belum berapa lama tinggla di sana, sebagian besar dari mereka mati ditimpa bencana. Sebagai seorang Muslim yang memiliki hubungna „persekutuan“ dengan orang-orang Yahudi Banu Qainuqa‘, sebagaimana Abdullah bin Ubay , maka ‚Ubadah bin Shamit pun datang menemui Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam , lalu berkata :“Sesungguhnya aku memberikan loyalitas kepada Allah swt, Rasul-Nya dan kaum Mukminin, dan aku melepaskan diriku dari ikatan persekutuan dengan orang-orang kafir tersebut.“ Sehubungna dengan kedua orang (Abdullah bin Ubay dan ‚Ubadah bin Shamit) inilah Allah menurunkan firman-Nya : „Hai orang-ornag yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu), sebagian mereka adalah pemimpin bagi sebagian yang lain. Siapa saja di antara kamu mengambil mereka menjadi pimpinan, sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang dzalim. Maka kamu akan melihat orang-orang yang ada penyakit dalam hatinya (orang-orang munafiq) bersegera mendekati mereka (Yahudi dan Nasrani) seraya berkata :“ Kami takut akan mendapat bencana“. Mudah-mudahan Allah akan mendatangkan kemenangan (kepada Rasul-Nya), atau sesuatu keputusan dari sisi-Nya. Oleh sebab itu, mereka menjadi menyesal terhadap apa yang mereka rahasiakan dalam diri mereka.“ QS Al-Maidah (5) : 51-52(Siroh Al Buthy) Maaf Untuk Abdullah bin Ubay 3 Dari Jabir bin Abdullah, dia berkata,”Ketika kami berada dalam suatu peperangan, ada seseorang dari Muhajirin yang memukul pantat seseorang dari Anshar, lalu terjadilah percekcokan antara keduanya. Orang dari Anshar berteriak ke arah rekan-rekannya,”Hai Anshar.” Teriakan ini dibalas orang dari Muhajiri,”Hai Muhajirin.” Ketika kejadian ini didengar Rasulullah, maka beliau bersabda,”Mengapa ada seruan jahiliyah itu?” Orang-orang menjawab,”Wahai Rasulullah, seseorang dari Muhajirin memukul pantat seseorang dari Anshar.” Beliau bersabda,”Biarkan saja hal itu, karena itu merupakan fitnah.” Abdullah bin ubay bin salul yang mendengar kejadian ini berkata,”Memang mereka melakukanya. Demi Allah, andaikan kita kembali ke Madinah, maka orang yang mulia akan mengusir orang yang hina dari Madinah.” Nabi mendengar apa yang dikatakan Abdullah bin Ubay ini. Umar berkata,”Wahai Rasulullah, biarkan aku memenggal kepala orang munafik itu.” “Jangan,”sabda beliau,”agar manusia tidak bercerita bahwa Muhammad telah membunuh rekannya.” (HR. Bukhari) Maaf untuk Abdullah bin Ubay 4 Pada hari itu nabi Shallallahu ‘alaihi Wasallam dan kaum Muslimin meneruskan perjalanan sampai keesokan harinya. Pada keesokkan harinya ketika mereka berhenti di suaut tempat, tidak seorang pun yang dapat menahan rasa kantuknya. Semua tertidur di tanah. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam sengaja melakukan hal ini (mengajak berjalan sehari semalam) agar orang-orang melupakan ucapan yang telah diucapkan oleh Abdullah bin Ubay bin Salul. Kemudian turunlah surat al-Munafiqin, membenarkan laporan zaid bin Arqam tentang ucapan Abdullah bin Ubay bin Salul yang telah didengarnya itu. Di dalam surat itu di antaranya Allah berfirman : „Mereka berkata :“Sesungguhnya jika kita telah kembali ke Madinah, benar-benar orang yang kuat akan mengusir orang-orang yang lemah daripadanya.“ Padahal kekuatan itu hanyalah ..dan bagi orang-orang Mukmin , tetapi orang-orang munafiq itu tiada mengetahui.“ QS al-Munafiqin : 8 Setelah sampai di Madinah Abdulah bin Abdullah bin Ubay bin Salul datang menemui Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam lalu berkata : „Saya dengar engkau ingin membunuh ayahku. Jika benar engkau ingin melakukannya maka perintahkanlah aku. Aku bersedia membawa kepalanya ke hadapanmu. Demi Allah, tidak ada orang dari suku Khazraj yang dikenal lebih baik sikapnya kepada orang tuanya daripada aku. Aku takut engkau akan memerintahkan orang selainku untuk membunuhnya, sehingga jiwaku tidak tahan melihat pembunuh Abdullah bin Ubay berjalan di tengah masyarakat, lalu aku membunuhnya pula. Ini berarti aku membunuh seorang Mukmin karena seorang kafir sehingga aku menjadi penghuni neraka.“ Tetapi Nabi Shallallahu ‘alaihi Wasallam menjawab : „Bahkan kita akan bertindak lemah lembut dan berlaku baik kepadanya, selama dia masih tinggal bersama kita.“ Sejak itulah apabila Abdullah bin Ubay bin Salul mengemukakan suatu pendapat atau ucapan selalu ditentang dan dikecam oleh kaumnya. Kemudian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam berkata kepada Umar bin Khathab :“Bagaimana pandanganmu wahai Umar ? Demi Allah, seandainya engkau membunuhnya pada hari kau katakan kepataku“bunuhlah dia“ niscaya orang-orang akan ribut. Tetapi seandainya aku perintahkan kamu untuk membunuhnya sekarang, apakah kamu akan membunuhnya juga?“ Jawab Umar :“Demi Allah, aku telah mengetahui bahwa keputusan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam lebih besar berkahnya ketimbang pendapatku.“(Siroh Al Buthy) Maaf Untuk Abdullah bin Ubay 5 Dari 'Umar bin Al Khaththab radliallahu 'anhuTatkala Abdullah bin Ubai bin Salul meninggal dunia, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam diundang untuk menshalatinya. Setelah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam berdiri untuk melaksanakan Shalat, aku meloncat ke arah beliau, lalu aku berkata, "Wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, kenapa engkau menshalati Ibnu Ubay, padahal ia telah mengatakan di hari ini-itu begini dan begitu?! Aku hitung-hitung kejelekannya, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam tersenyum seraya bersabda: "Tundalah -perkataanmu- dariku wahai Umar!" setelah aku mengulang menyebut-nyebut kejelekannya, beliau bersabda: " Aku telah diberikan pilihan, aku memilih. Andaikata aku tahu kalau aku menambahnya lebih dari tujuh puluh ia akan diampuni, niscaya aku menambahnya!."Lalu Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam melaksanakan shalat atasnya, kemudian beliau pergi dan tidak berada di tempat itu kecuali hanya sejenak, hingga turun dua ayat dari surah Bara'ah, "(Dan janganlah kamu sekali-kali menshalatkan (jenazah) seorang yang mati di antara mereka, dan janganlah kamu berdiri (mendo'akan) di kuburnya. mereka telah kafir kepada Allah dan RasulNya dan mereka mati dalam keadaan fasik." (Qs. At-Taubah: 84). Setelah itu aku heran atas keberanianku terhadap Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam ketika itu. Dan hanya Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengatahui."(HR. Bukhari) Dari Ibnu Umar RA, dia berkata, "Ketika Abdullah bin Ubay bin Salul meninggal dunia, anak laki-lakinya —yaitu Abdulah bin Abdullah— datang kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam seraya memohon kepada beliau agar sudi memberikan baju beliau kepada Abdullah untuk kain kafan ayahnya, Abdullah bin Ubay bin Salul. Lalu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam memberikan bajunya kepada Abdullah. Selain itu, Abdullah juga memohon Rasulullah agar beliau berkenan menshalati jenazah ayahnya. Kemudian Rasulullah pun bersiap-siap untuk menshalati jenazah Abdullah bin Ubay, hingga akhirnya Umar berdiri dan menarik baju Rasulullah seraya berkata, "Ya Rasulullah, apakah engkau akan menshalati jenazah Abdullah bin Ubay sedangkan Allah telah melarang untuk menshalatinya?" Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam menjawab, "Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta'ala telah memberikan pilihan kepadaku." Lalu beliau membacakan ayat yang berbunyi, "Kamu memohonkan ampun bagi orang-orang munafik atau tidak kamu mohonkan ampun bagi mereka, maka hal itu adalah sama saja. Kendatipun kamu memohonkan ampun bagi mereka tujuh puluh kali " {Qs. At-Taubah {9}: 80} Oleh karena itu, aku akan menambah istighfar lebih dari tujuh puluh kali untuknya." Umar bin Khaththab berkata, "Ya Rasulullah, sesungguhnya ia adalah orang munafik?." Tetapi, rupanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam tetap saja menshalatinya, hingga Allah menurunkan ayat Al Qur'an: "Janganlah kamu sekali-kali menshalati jenazah seorang yang mati di antara orang-orang munafik dan janganlah kamu berdiri di atas kuburnya. " {Qs. At-Taubah {9}: 84}. (HR. Muslim) Maaf Untuk Abdullah bin Ubay 6 Selepas peristiwa pencabulan perjanjian Madinah buat pertama kali oleh Yahudi Bani Qaynuqa` (dengan menelanjangkan wanita Islam berpurdah di pasar mereka sehingga berlaku pergaduhan dan pembunuhan antara seorang Yahudi dan seorang Islam), maka Rasulullah s.a.w. telah bertindak tegas ingin mengambil tindakan menghalau bani Yahudi tersebut keluar dari Madinah. Mengetahui hal itu, `Abdullah bin Ubay (yang ada perjanjian dan kontrak dengan Yahudi itu) telah mendesak Rasulullah s.a.w. membatalkan hasrat baginda menghalau mereka. `Abdullah berkata, “Wahai Muhammad, berbuat baiklah dengan orang-orang aku!”. Tetapi permintaannya tidak diendahkan Rasulullah s.a.w. sehingga `Abdullah mengulang permintaannya dua kali lagi, namun Rasulullah s.a.w. masih tidak melayaninya. Lalu `Abdullah memegang dengan kuat poket baju besi baginda. Baginda berkata dengan baik, “Lepaskan aku!”. `Abdullah tidak mengendahkannya sehingga air muka baginda berubah kerana kemarahan lalu menengking, “Celaka kau! Lepaskan aku! (wayhak arsilni)”. Jawab `Abdullah, “Demi Allah, aku tak akan lepaskan kau sehingga kau berbuat baik dengan mereka…” Sehinggalah Rasulullah s.a.w. bertegas melepaskan diri daripada `Abdullah dan bertindak bersama para Sahabat r.a. menghalau Yahudi Bani Qaynuqa` ke hulu Syam. (Sirah Shafiyyurahman Al Mubarakfury) Maaf di Fathul Mekah Penghormatan Untuk Abu Sufyan Ibnu Ishaq berkata diriwayatkan dari Abbas tentang rincian Islamnya Abu Sofyan menghadap : Keesokkan harinya aku bawa Abu Sofyan menghadap Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam dan setelah melihatnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam berkata :“Celaka wahai Abu Sofyan, tidakkah tiba saatnya bagi anda untuk mengetahui sesungguhnya tidak ada Illah kecuali Allah?“ Abu Sofyan menyahut :“Alangkah penyantunnya engkau, alangkah mulianya engkau dan alangkah baiknya engkau! Demi Allah aku telah yakin seandainya ada Ilah selain Allah niscaya dia telah membelaku.“ Nabi Shallallahu ‘alaihi Wasallam bertanya lagi :“Tidakkah tiba saatnya bagi anda untuk mengetahui bahwa aku adlaah Rasul Allah ?“ Abu Sofyan menjawab :“Sungguh engkau sangat penyantun, pemurah, dan suka menyambung keluarga. Demi Allah, mengetahi hal yang satu ini sampai sekarang di dalam diriku masih ada sesuatu yang mengganjal.“ Abbas ra menukas : Celaka! Masuk Islamlah dan bersaksilah tiada Ilah kecuali Allah dan Muhammad adalah Rasul Allah, sebelum lehermu dipenggal.“ Kemudian Abu Sofyan mengucapkan syahadah dengan benar dan masuk Islam. Abbas ra melanjutkan : Kemudian aku katakan, wahai Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam, sesungguhnya Abu Sofyan adalah seorang yang menyukai kebanggaan dirinya.“ Nabi Shallallahu ‘alaihi Wasallam menjawab :“Ya, barangsiapa yang masuk rumah Abu Sofyan, ia selamat, barangsiapa yang menutup pintu rumahnya ia selamat, dan barangsiapa yang masuk ke dalam Masjidil Haram ia selamat.“ (Siroh Al Buthy) Hari Kasih Sayang di Fathul Mekkah Disampaikan kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam bahwa ketika Sa‘ad bin ‚Ubadah melewati Abu Sofyan di mulut lembah, ia berkata : „Hari ini adalah hari pembantaian. Hari ini dibolehkan melakukan segala hal yang dilarang di Ka‘bah.“Kemudian Nabi Shallallahu ‘alaihi Wasallam membantah dengan sabdanya : „Bahkan hari ini adalah hari kasih sayang, di hari ini Allah mengagungkan Ka‘bah“.(Siroh Al Buthy) Pembebasan Untuk Quraisy Selanjutnya Nabi Shallallahu ‘alaihi Wasallam bertanya : „Washai kaum Quraisy! Menurut pendapat kalian, tindakan apakah yang hendak kuambil terhadap kalian?“Jawab mereka : „Tentu yang baik-baik! Hai saudara yang mulia dan putra saudara yang mulia.“Beliau lalu berkata : „Pergilah kalian semua! Kalian semua bebas.“(Siroh Al Buthy) Kesempurnaan jiwa pemaaf Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam Hari Fathu Makkah, ya pada hari pembukaan kota Mekkah itu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam datang bersama pasukan berkekuatan 10.000 tentera dengan persenjataan yang lengkap. Abu Sufyan, pemimpin Quraisy memperhatikan kekuatan itu dari atas sebuah bukit. Ia berkata kepada Abbas, paman Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam. “Wahai Abbbas, tak seorangpun yang sanggup dan kuat menghadapi pasukan sehebat ini.” Namun apakah Nabi Shallallahu ‘alaihi Wasallam melampiaskan dendamnya pada saat berkuasa seperti itu? Apakah Nabi mencari Hindun dan Wahsyi yang telah membunuh dan memakan jantung Hamzah paman nabi? Apakah Nabi membalas dendam atas kematian Mus’ab bin Umair di perang Uhud yang mayatnya dicincang orang kafir? Tidak , tidak! Pada masa itu baginda tidak menghukum sesiapapun. Baginda Shallallahu ‘alaihi Wasallam menyebarkan rahmat dan cinta kasih kepada orang Mekkah yang selama ini memusuhinya dan ingin menghancurkannya. Pada masa itu baginda Shallallahu ‘alaihi Wasallam memaafkan mereka semua seraya berkata: “Siapa yang masuk ke dalam Masjidil Haram dia selamat. Dan siapa yang masuk ke dalam rumah Abu Sufyan dia juga selamat.” Subhanallah.. hari itu sejarah mencatat bahwa baginda telah memberikan ampun, maaf dan janji keselamatan kepada musuh-musuhnya. Hari itu runtuhlah benteng kesombongan kafir Quraisy. Ditebarnya senyum kepada seluruh kafir Quraisy dan dituturkannya dengan lembut kepada manusia-manusia berhati besi itu, “Idzhabuu wa antum Thulaqaa….pergilah, kamua semua bebas.” Maaf untuk Shofwan dan Umair Shofwan bin Umayyah adalah seorang yang memusuhi Rasululullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam. Bapaknya, Ummayyah, juga memusuhi Rasulullah. Jadi, komplit sudah. Anak dan bapak sama-sama memusuhi Rasulullah. Ketika Rasulullah memasuki Makkah dalam peristiwa Fath Makkah (Penaklukkan kota Makkah), banyak orang-orang Quraisy yang merasa ketakutan, bahkan tidak sedikit yang melarikan diri. Mereka takut kalau Rasulullah akan balas dendam atas perbuatan mereka selama ini. Di antara yang melarikan diri adalah Shofwan. Ia pergi menuju Jeddah. Dari Jeddah ia berencana menuju Yaman, dengan menyeberangi lautan. Shofwan merasa bahwa lebih baik ia mati di tengah lautan daripada mati di tangan Rasulullah. Padahal, Rasulullah memaafkan semua orang-orang yang sejak lama memusuhinya. Bahkan, Rasulullah memberi mereka hadiah-hadiah. Shofwan tetap bersikeras dengan keinginannya. Maka, berangkatlah ia menuju Jeddah. Pada saat yang sama, Umayr bin Wahb datang kepada Rasulullah. Umayr berkata, ‘Wahai Nabi Allah, sesungguhnya Shofwan sudah melarikan diri darimu. Saat ini ia akan menyeberangi lautan dan ia akan bunuh diri di sana. Maka, berilah ia jaminan keamanan’. Rasulullah berkata, ‘Dia akan aman’. Umayr berkata, ‘Wahai Rasulullah, berikan padaku tanda jaminan keamananmu’. Maka, Rasulullah memberikan imamah(sorban yang melilit di kepala) yang dipakainya saat itu. Maka, berangkatlah Umayr menuju Jeddah, menyusul Shofwan. Umayr berhasil menemukan Shofwan, yang saat itu akan menaiki kapal. Lalu Umayr berkata, ‘Wahai Sofyan, demi ayah dan ibuku sebagai tebusannya. Ingatlah dirimu. Jangan kau celakakan dirimu sendiri! Aku datang kepadamu dengan membawa jaminan kemananan dari Rasulullah’. Umayr menunjukkan sorban Rasulullah kepada Shofwan. Shofwan berkata, ‘Tapi aku kuatir dengan keselamatan diriku’. Umayr berkata, ‘Dia (Rasulullah) lebih lembut dan mulia dari yang kau kira’. Shofwan membatalkan niatnya naik kapal. Lalu, bersama Umayr ia kembali ke Makkah, mendatangi Rasulullah. Sesampainya di hadapan Rasulullah, Shofwan berkata, ‘Inikah orang yang telah engkau berikan jaminan kemananan?’ Rasulullah menjawab, ‘Benar’. Shofwan berkata, ‘Kalau begitu, beri aku waktu 2 bulan untuk menentukan sikap (apakah masuk Islam atau tidak)’. Rasulullah menjawab, ‘Engkau aku beri waktu 4 bulan’. Subhanallah… Begitulah akhlak Rasulullah terhadap musuh-musuhnya. Rasululullah tidak menekan Shofwan untuk mengambil keputusan dengan cepat, namun memberinya waktu lebih lama dari yang ia minta. Allahu Akbar..saudaraku Sofwan telah membawa seluruh pasukannya untuk memerangi Nabi Shallallahu ‘alaihi Wasallam ketika pembukaan kota Mekah.Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam berhasil mengalahkannya sehingga dia lari sampai ke tepi laut. Tapi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam masih juga memafkannya bahkan mengirimkan serbannya yang mulia sebagai bukti maafnya. Tidak hanya itu, ternyata Sofwan ini berhati keras sehingga tidak juga mau menerima ampunan dan maaf baginda. Dia minta masa dua bulan untuk menerima kemaafan itu. Namun baginda Shallallahu ‘alaihi Wasallam sangat memahami kebekuan hati orang kafir. Justru baginda memberinya masa empat bulan. Penghargaan untuk abu sufyan 2 Dari Abu Zumail, dia berkata, "Ibnu Abbas RA pernah bercerita kepada saya bahwasnya ia berkata, 'Dulu kaum muslimin tidak menghargai dan tidak memberikan kedudukan yang layak bagi Abu Sufyan. Oleh karena itu, pada suatu hari ia {Abu Sufyan} berkata kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam, 'Ya Rasulullah, berikanlah tiga hal kepada saya!' Rasulullah menjawab, 'Ya.' Abu Sufyan melanjutkan pembicaraannya,"Pertama, saya mempunyai seorang puteri yang terbaik dan tercantik di negeri Arab, yaitu Ummu Habibah. Saya ingin menikahkannya dengan engkau." Rasulullah menjawab, "Ya." "Kedua, lanjut Abu Sufyan, "Saya berharap engkau menjadikan Muawiyah bin Abu Sufyan sebagai juru tulis engkau yang selalu mendampingi engkau." Rasulullah menjawab, "Ya." Abu Sufyan mengakhiri permintaannya, "Ketiga, saya harap engkau menugaskan saya untuk bertempur di medan perang melawan orang-orang kafir, sebagaimana dulu —sebelum masuk Islam— saya memerangi kaum muslimin." Rasulullah pun menjawab, "Ya." Abu Zumail berkata, "Seandainya saja Abu Sufyan tidak meminta tiga hal tersebut kepada Rasulullah, maka Rasulullah pasti tidak akan memberikannya. Karena, bagaimana pun juga, Rasulullah tidak pernah menjawab selain 'ya' jika beliau diminta tentang sesuatu." (HR. Muslim)

Doa Malam Nifsu syaban

 اَللَٰهُمَّ يَا ذَا الْمَنِّ وَ لَا يُمُنُّ عَلَيْكَ يَا ذَا اْلجَلَالِ وَالْاِكْرَامِ * يَا ذَا الطَّوْلِ وَالْاِنْعَامِ * لَاۤ اِلٰهَ اِل...